Rabu, 05 Oktober 2016

Kembali Ke Ajaran Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai sosok pahlawan yang memiliki semangat juang tinggi untuk mengangkat dan memajukan mutu pendidikan di Indonesia. Ia mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia harus sesuai dengan kultur Indonesia agar tidak hanya membentuk pribadi cerdas melainkan juga membentuk pribadi yang berkarakter. Dalam berbagai sumber, berkarakter artinya pendidikan memiliki tujuan memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial serta didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Saat ini kita dikuasai paradigma bahwa untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya, maka kita harus berlomba untuk bersekolah di lembaga pendidikan elite demi kesuksesan karir di masa mendatang. Banyak orang yang mengira bahwa tujuan dilaksanakannya pendidikan adalah untuk mendapatkan kesuksesan dan keberhasilan


dalam berkarir semata sehingga orang-orang berlomba untuk mendapatkannya, padahal kesuksesan dan keberhasilan tersebut hanyalah bonus yang didapat dari proses pendidikan karena itu bukanlah tujuan utama dari pendidikan. Sehingga paradigma tersebut menghilangkan makna pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan bangsa. Jika kita melihat di sekeliling, upaya pendidikan lebih terfokus untuk menyukseskan ujian sekolah (US) maupun ujian nasional (UN) saja bukan untuk membentuk pribadi yang berkarakter.

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga nilai keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, kreatif, kemandirian dan kewarganegaraan harus diaplikasikan dalam pendidikan di Indonesia.

Faktanya, Indonesia belum mampu merealisasikan tujuan pendidikan yang sebenarnya sebagaimana telah dicanangkan dan diterapkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Kini, banyak kasus terjadi akibat penyalahgunaan pendidikan, seperti korupsi, yang dilakukan oleh orang-orang besar dan berilmu. Hal ini terjadi karena lemahnya iman dan takwa yang mendasari karakter seseorang. Tak jarang pula banyak pelajar Indonesia yang masih saja melakukan kebiasaan mencontek, tawuran, penyalahgunaan narkoba dan obat-obatan terlarang, tindakan bullying, bahkan tindakan-tindakan asusila yang kini semakin marak terjadi Indonesia. Tindakan itu mencerminkan perilaku yang tidak mulia dan menjadikan kerusakan moral pada generasi penerus. Kebiasaan itu terjadi karena kesalahpahaman dalam mengartikan tujuan dari pendidikan yang jika dibiarkan akan menjadi budaya yang melekat pada seorang individu.

Untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam proses pendidikan perlu kiranya perhatian yang lebih terhadap pembentukkan karakter pada tiap-tiap peserta didik. Seperti yang disebutkan oleh Rokhman, Hum, & Syaifudin (2014) bahwa “Education has been considered as the centre of excellence in preparing human's excellent characters. Pendidikan telah dianggap sebagai pusat keunggulan dalam mempersiapkan karakter baik bagi manusia.” Agar dapat merealisasikan tujuan pendidikan tersebut, maka mulailah untuk menanamkan dan membentuk karakter yang baik sejak dini karena untuk mengubah karakter seseorang itu sangatlah sulit dan memerlukan proses yang tidak sebentar.

Upaya untuk membentuk karakter Menurut Haryanto (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Pendidikan Karakter menurut Ki Hadjar Dewantara sekolah. Ki Hadjar Dewantara memandang adanya tiga pusat pendidikan yang memiliki peranan besar. Ketiganya disebut “Tripusat Pendidikan”. Tripusat Pendidikan mengakui adanya pusat-pusat pendidikan yaitu; 1) Pendidikan di lingkungan keluarga, 2) Pendidikan di lingkungan perguruan, dan 3) Pendidikan di lingkungan kemasyarakatan atau alam pemuda.

Faktor pertama pembentukkan karakter di lingkungan keluarga, pembentukan karakter harus mulai ditanamkan sejak dini oleh para orang tua dan juga keluarga, mulai dari tatakrama dan sopan santun kepada lawan bicara, mengajarkan kejujuran, kemandirian dan lain sebagianya. Mengapa dimulai dari keluarga? Dimulai dari keluarga karena lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh anak. Sehingga lingkungan keluarga ini menjadi komponen penting dalam pembentukkan karakter anak. Jika karakter tidak dibentuk sejak dini maka akan sulit lagi untuk merubahnya. Namun bukan berarti hanya keluarga yang memiliki peran penting, ada faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukkan karakter anak.

Faktor kedua adalah guru dan lingkungan sekolah. Setelah ditanamkan karakter oleh orang tua perlu adanya pengembangan dan penyesuaian lagi ketika sudah masuk kedalam lembaga pendidikan formal dimana seorang individu mulai berinteraksi dengan orang-orang yang baru dikenalnya. Seorang guru bisa membentuk karakter siswanya contohnya dengan sering memberikan tugas atau latihan, maka siswa akan tebiasa disipilin untuk mengerjakan tugas atau latihan itu dan dengan sendirinya terbentuklah karakater disiplin. Sedangkan peran lembaga pendidikan atau lingkungan perguruan dalam pembentukkan karakter adalah sebagai fasilitator sebab di lembaga pendidikan, anak berhak mendapatkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter itu sendiri dapat diperoleh dari mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaaran serta Pendidikan Agama. Kedua ilmu pendidikan tersebut merupakan ilmu penunjang pembentukkan karakter pada anak karena di dalamnya diajarkan segala bentuk tata krama dan adab baik kepada Sang Pencipta maupun kepada sesama manusia.

Faktor ketiga adalah lingkungan dan interaksi sosial, dimana lingkungan juga merupakan faktor yang tidak boleh terlupakan karena dengan siapa seseorang bergaul dan berinteraksi akan sangat mempengaruhi karakter pada individu tersebut. Sebagaimana lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, lingkungan sosial pun memiliki pengaruh dalam pembentukkan karakter anak karena anak tidak menghabiskan 24 jam waktunya di rumah dan di sekolah saja, mereka juga berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sosialnya seperti tetangga dan teman sebaya. Lingkungan sosial juga dapat mewarnai kepribadian seseorang, oleh karena itu perlunya perhatian dan pengawasan dari orang tua agar anak tidak salah bergaul. Ketiga aspek Tripusat itu memiliki pengaruh yang saling berkaitan satu sama lain. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ketiga aspek itu harus berada dalam kondisi yang seimbang.

Berdasarkan ketiga faktor tersebut, maka perlu adanya rekonstruksi pendidikan di Indonesia. Indonesia butuh pergerakan besar dari bangsa untuk mengembalikan tujuan pendidikan yang sesungguhnya sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Keadaan tidak akan pernah berubah dengan sendirinya tanpa ada yang bergerak untuk mengubah. Tanamkan kembali konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam diri kita yakni dengan mengembalikan tujuan pendidikan yang sesungguhnya, karena tujuan pendidikan yang sesungguhnya bukan hanya untuk mendapatkan kesuksesan semata, kekayaan ataupun keberhasilan dalam karir melainkan menjadi pribadi yang berkarakter.



Rifda Risydiani Utami
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika UNTIRTA
Sudah terbit di Harian umum Kabar Banten, Senin 30 Mei 2016

0 komentar:

Posting Komentar

 
;