Minggu, 25 Desember 2016

Filosofi Garam

Dari milyaran umat manusia yang ada di muka bumi, tidak ada dua anak manusia yang sama seratus persen, baik dari bentuk fisik maupun susunan genikal yang ada di dalam tubuh. Walaupun mereka kembar sekalipun.

Setiap manusia diciptakan begitu unik, berbeda antara satu dengan lainnya, dengan kelebihan dan kekurangannya, agar dapat mewarnai lika-liku kehidupan. Manusia belajar untuk saling menyempurnakan dan saling melengkapi.

Ada yang baik dan ada yang jahat. Ada yang aktif dan ada yang pasif. Ada yang sempurna dan ada yang cacat. Ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Ada mayoritas dan ada minoritas. Setiap orang memiliki peranannya masing-masing. 

Namun, hidup ini adalah sebuah pilihan. Kita dapat memilih menjadi orang yang berguna atau menjadi orang yang mubazir, semua terserah kepada keputusan kita.

Untuk menjalani hidup ysng hanya sebentar ini, seyogyanya kita berlakon sebagai garam yang akan membuat kehidupan menjadi nikmat rasanya.

Dapatkah kita bayangkan jika kita memakan makanan yang tidak mengandung garam? Rasanya pasti hambar, walaupun bahan makanan itu sendiri mahal harganya. Garam yang sederhana itu akan mampu membuat makanan menjadi lezat di lidah.

Saat kita lupa memasukkan garam ke dalam masakan, dapat dipastikan makanan yang tersaji akan sulit untuk kita makan. Hambar… Sesuai ungkapan dan lirik lagu “bagai sayur tanpa garam”.

Jika diibaratkan masakan itu adalah dunia, maka garam yang dimaksud adalah diri kita sendiri. 

Jika di sekeliling kita sedang mengalami kehambaran, berikanlah sedikit “garam kebaikan penuh cinta dan damai” yang melekat dalam diri agar situasi berubah menjadi “lezat dan nikmat”.

Kita harus memikirkan, melakukan dan memberikan sumbangsih pemikiran dalam melakukan perubahan. Jika dirasa belum sanggup, minimal kita jangan sampai ikut-ikutan menjadi orang yang tidak benar.

Apakah harus melakukan hal yang besar dan luar biasa untuk melakukan suatu perubahan?

Perhatikan cara koki memasukkan garam ke dalam makanan. Sedikit demi sedikit sambil diaduk supaya rata. Bukan lantas menuangkan seluruh garam yang ada di dalam plastik. Ingat, secukupnya saja…

Berusahalah sedikit demi sedikit dalam menuntaskan suatu tujuan. Jangan mengeksploitasi seluruh kekuatan yang ada untuk melakukan hal yang besar sekaligus. Ibarat naik tangga, kita harus melangkah satu persatu menuju puncak.

Filosofi garam yang sarat dengan kesederhanaan ini, pantas untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sekecil dan selemah apapun kemampuan diri, haruslah dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi peradaban manusia, minimal mampu meringankan beban orang yang membutuhkan pertolongan kita..

Sederhana bukan ?

Source :

https://obrolanbeken.wordpress.com/2016/04/13/filosofi-garam-dan-kehidupan-manusia/

0 komentar:

Posting Komentar

 
;